Beranda | Artikel
Obsesi Vs Harapan Orang Tua
Sabtu, 1 November 2014

Harapan Orang Tua

Ditulis oleh ustadz Ammi Nur Baits (Beliau adalah pengasuh wesbsite KonsultasiSyariah.com sekaligus pembina KPMI)

Bismillah, Allahumma yassir wa A’in

Ya Allah, dengan menyebut nama-Mu, mudahkanlah kami dan bantulah kami.

Untuk para pembaca, para pengusaha, praktisi bisnis, maupun yang bukan pengusaha. Saya doakan semoga anda sukses. Amiiin. Semoga anda juga turut mengaminkan. Saya yakin, ketika anda ingin sukses, anda tidak akan menyia-nyiakan doa ini.

Kita sepakat semua manusia memiliki cita-cita yang sama. Saya, anda, mereka, semua berkeinginan untuk menjadi orang yang sukses. Karena kita semua yakin, hanya dengan kata sukses inilah kita bisa menjadi orang yang bahagia. Bukan demikian?

Dalam bahasa arab, kata sukses diungkapkan dengan kata al-Falah [arab: فلاح]. Terdiri dari tiga huruf dasar, fa, lam, dan ha. Kata para ahli lughah, tidak ada ungkapan untuk menggambarkan puncak kesuksesan, selain kata falah. Karena kata ini mengandung makna keabadian dalam mendapatkan segala yang diinginkan dan dihindarkan dari segala yang tidak diinginkan. (Lisan al-Arab, 2/547).

Hanya saja, inti kajian kita bukan di sini. Kita tidak sedang belajar bahasa. Kajian kita, tidak jauh dari judul yang saya pampang di atas. Ya kurang lebih, bagaimana menyelaraskan antara obsesi pribadi dan harapan orang tua.

Bagi kebanyakan orang, manusia disebut sukses ketika cita-cita dan harapannya terwujud. Atau mungkin kita termasuk yang berprinsip demikian. Tidak masalah, berarti kita bagian dari kebanyakan manusia itu.

Tapi apa yang bisa anda bayangkan, ketika cita-cita manusia itu selalu berkembang. Sementara bagian dari tabiat nafsu, dia selalu mengharap lebih banyak dari pada apa yang telah didapatkan. Tentu saja ada kecualinya. Kecuali mereka yang dirahmati Allah.

Dengan kenyataan ini, manusia tidak akan pernah berhenti mengejar cita-citanya. Dia akan terus mengejar tambahan dan tambahan, hingga mulutnya disumpal dengan tanah.

Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ كَانَ لِابْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لاَبْتَغَى ثَالِثًا، وَلاَ يَمْلَأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلَّا التُّرَابُ

Andai bani Adam memiliki dua lembah penuh dengan harta, niscaya dia akan mencari lembah yang ketiga. Dan tidak ada yang bisa memenuhi perut bani Adam selain tanah. (Bukhari 6436 dan Muslim 1048)

Mobil mengkilat, rumah bertingkat, pasangan memikat, anda tidak akan menyangka itu cukup untuk mengcover semua keinginan anda. Nafsu akan terus mendorong untuk mendapatkan lebih dan lebih.

Jika ini yang menjadi standar sukses anda, berarti anda terjebak dalam kesuksesan ala hawa nafsu. Sukse yang menjadi standar umum penduduk bumi. Allah berikan kepada siapa saja, termasuk orang kafir sekalipun.

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يُعْطِي الدُّنْيَا مَنْ يُحِبُّ وَمَنْ لَا يُحِبُّ، وَلَا يُعْطِي الدِّينَ إِلَّا لِمَنْ أَحَبَّ

Sesungguhnya Allah memberikan dunia kepada orang yang Dia cintai dan orang yang tidak Dia cintai. Dan Allah tidak akan memberikan pemahaman agama kecuali kepada orang yang Dia cintai. (HR. Ahmad 3672)

Harapan Ortu Sejak Lahir

Baik, selanjutnya izinkan saya untuk kilas balik. Kita akan bicara sedikit tentang peristiwa ketika kita baru dilahirkan. Wah jelas gak ingat! Potonya aja sudah gak burem. Bukan itu maksud saya. Namun kita akan mengingat harapan orang tua bagi anda.

Dulu, waktu kita diaqiqahi, orang tua kita tidak lupa menuliskan harapan untuk anaknya di secarik kertas, ‘Semoga menjadi anak yang soleh – solehah, berguna bagi orang tua, agama dan masyarakat.’

MasyaaAllah, semoga anda juga turut terheran. Anda bisa ucapkan masyaaAllah. Tapi itulah kita. Semenjak bayi, ortu menitipkan sebuah amanah yang luar biasa. Ortu berharap kita menjadi manusia yang serba guna. Bahkan terkadang ditambah, berguna bagi nusa dan bangsa.

Rasa-rasanya, hanya akan menjadi angan-angan kosong belaka. Yang jelas, orang tua kita menghendaki agar kita menjadi pribadi yang bermanfaat.

Kita kembali pada kata sukses. Melimpahnya harta yang ada di tangan anda, memang sebuah kelebihan. Tapi anda bisa pastikan, seberapa besar manfaat kelebihn itu, ketika tidak dikendalikan.

Coba anda bayangkan, ketika anda bergelimang harta, sementara hanya anda yang bisa memanfaatkannya, dan orang lain hanya bisa melihat. Bisakah dikatakan bermanfaat?

Bagaimana cara mengendalikannya?

Pertanyaan yang bagus. Harta dan kesuksesan dunia tidak banyak manfaatnya, jika tidak dikendalikan. Lalu bagaimana cara mengendalikannya?

Jawabannya, tentu saja dengan menggunakan ‘pengendali’ dunia akhirat. Itulah syariat.

Islam menghargai semua kelebihan manusia, namun kelebihan itu baru ternilai, ketika pemiliknya paham syariat dan ilmu agama. Karena hanya dengan modal paham aturan agama, manusia bisa mengendalikan segala kelebihannya dengan benar, sehingga manfaatnya lebih luas. Standar inilah yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hadis hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

النَّاسُ مَعَادِنُ، خِيَارُهُمْ فِي الجَاهِلِيَّةِ خِيَارُهُمْ فِي الإِسْلاَمِ، إِذَا فَقُهُوا

Manusia adalah barang tambang. Manusia terbaik di zaman jahiliyah dia juga yang terbaik setelah masuk islam, apabila dia paham agama. (HR. Bukhari 3383 dan Muslim 2526)

Barang tambang beraneka ragam tingkatannya. Di sana ada emas, ada perak, nikel, besi, bahkan kerikil dan pasir. Masing-masing memiliki nilai yang jauh berbeda sesuai kelebihannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memisalkan manusia sebagaimana layaknya barang tambang. Masing-masing memiliki nilai yang berbeda sesuai tingkat kelebihannya. Namun semua itu baru memiliki arti, ketika dia paham agama.

Mengapa Tidak Ngaji?

Saya tidak tahu, mana ungkapan yang lebih tepat, ngaji sambil bekerja ataukah bekerja sambil ngaji.? Bagi kita yang tidak berkepentingan dengan masalah bahasa, bolak-balik semacam ini bukan masalah penting. Apapun itu, kita berharap bisa seperti yang disebutkan dalam hadis Abu Hurairah di atas.

Anda yang saat ini sedang bekerja, memiliki setahap keunggulan lebih maju dibandingkan mereka yang pengangguran. Anda memiliki penghasilan, berpeluang untuk bisa sukses. Meskipun tingkatannya berbeda. Anda tentu berharap semua keunggulan yang anda miliki lebih berarti.

Sejak bangun pagi hingga tidur lagi, dari senin hingga ahad, anda akan memiliki sejuta kegiatan. Namun anda tidak boleh membiarkan diri anda larut dengan kesibukan mencari dunia. Dengan adanya banyak kesibukan, menuntut anda untuk cerdas dalam menentukan prioritas.

Nasehat pertama, hati-hati dengan komunitas. Sebagian besar manusia rusak karena salah komunitas.

Selanjutnya, manfaatkan bagian usia anda untuk belajar ilmu agama, untuk memahami islam, belajar al-Quran, hadis, sekaligus memahami maknanya dengan benar. Jika anda bisa mengatur waktu dengan tepat, kajian islam sama sekali tidak akan mengganggu aktivitas dan kesibukan anda.

Di saat itulah, anda bisa berharap untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat. Ingatlah pesan dalam sebuah hadis,

أحب الناس إلى الله أنفعهم للناس

”Manusia yang paling dicintai Allah, adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (at-Thabrani dalam as-Shaghir, 862 – majma’ zawaid 13708)

Untuk mewujudkan harapan besar orang tua sejak kita dilahirkan, menjadi manusia serba guna.

Allahu a’lam.

PengusahaMuslim.com Zahir Accounting .

SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
DONASI hubungi: 087 882 888 727
Donasi dapat disalurkan ke rekening: 4564807232 (BCA) / 7051601496 (Syariah Mandiri) / 1370006372474 (Mandiri). a.n. Hendri Syahrial


Artikel asli: https://pengusahamuslim.com/4304-obsesi-vs-harapan-orang-tua.html